Sunday, 23 October 2016

Bintang


Kau sebut itu bintang.
Ya, sumber cahaya yang amat terang.
Namun, tidak cukup satu untuk benderang;
Butuh banyak bintang untuk menjadikannya bersinar.

Katanya, bintang ini abadi
Menjadi penuntun tiap-tiap teori
Menjadi petunjuk di tata galaksi
Seperti harapan kami

"Kami?"
Tepat sekali.
Satu rumah dengan enam puluh sembilan jiwa
Satu jiwa dengan enam puluh sembilan makna
Satu makna dengan enam puluh sembilan cahaya

"Kami?"
Betul. Bukan saya, bukan engkau
Tetapi kami.

Friday, 21 October 2016

Waktu


Kita bertemu.
Entah apa alasan Tuhan menggiring kita pada satu waktu.
Aku tak tahu,
Dan kau.
Bagaimana menurutmu?

Entah apa maksudmu
Sedikit lagi aku akan mendapatkannya.
Banyak jalan yang kujalani demi altar yang telah diidamkan..
Namun sayang,
Waktu tak sayang.
Waktu tak setuju.

Ketahuilah...
Waktu juga merindu.
Rindu bagaimana ketika aku dan kau.
Waktu juga merindu.
Rindu pada rindu yang kau tabuh.

Lantas, aku harus apa?
Siapa yang harus kusalahkan?
Waktu yang tak tepat waktu hingga aku melewatkan?
Aku yang tak mampu memulai?
Atau kau; yang pergi hingga bahkan memulaipun, aku tak sanggup?

Begini.
Berjuang itu, sebenarnya; lebih mudah dari menunggu.
Kau kira menunggu itu gampang?
Bahkan waktu pun, menunggu kapan waktunya!


*(Sekali lagi, di kala itu, saat dilarang masuk kelas MKU Bahasa Inggris karena telat, Ninda dan Haykal menulis apa yang sebenarnya terlalu berlebihan jika ditulis.)

-2016

Monday, 17 October 2016

Senja (1)


Senyummu adalah senja;
sekilas dan bersarat.
Sarat cinta, sarat makna.
-n

Untukmu (3)

source: Tumblr.com

Matamu adalah racun.
Tidak membunuh, tapi menyakitkan.
Menyakitkan..
Karena matamu tak tahu, 
mataku sering menatapmu.

Sebenarnya, mata ini tidak minta terima kasih.
Hanya.. cobalah, hargai; walau setitik.
Tidak semua orang mau menikmati racun.
Tidak semua orang merasa nyaman menatapmu.
Tapi, aku ada.
Aku mau.
Aku nyaman.
-n

Saturday, 15 October 2016

Untukmu (2)

source:shuttershock.com

Namanya pemberi hidayah dan pertolongan.
Dia baik. Dia cerdik, humoris, dan menarik.
Senyumnya membuat cahaya.
Kau tahu, warna matanya beragam. Kadang cerah, mendung, bahkan hujan. 
Siang dan malamku adalah dia.
Apa yang dikatakannya, bagiku adalah makna.
Apa yang dirasakannya, bagiku adalah bahagia.
Aku tahu.
Aku tahu, baginya, aku adalah angin senja.
Sekadar datang dan pergi tanpa sengaja.
Sekadar lewat dan memberi secuil bekas di pelipis dan rambutnya. 
-n

Friday, 14 October 2016

#SemangatNURANI !


Perkenalkan,
Kita.
Satu hati yang mendiami 69 insani.
Kita akan terpaut, terhubung, dan terikat satu sama lain.
Bersama dalam arus yang sama, menuju muara yang sama.

Perkenalkan,
Kita.
Satu hati yang mendiami 69 nurani.
Kita adalah satu hati,
yang kemanapun pergi,
akan selalu kembali.

(terimakasih untuk kanda Irfan dan Taufik yang kalimat-kalimatnya membantu saya menulis sajak yang belum dapat dinamakan sajak ini. Kalian keren!)


Thursday, 13 October 2016

Rindu.


Tidak semua orang betah merindu
Bayangkanlah, mata ingin bertemu
Raga ingin menjamu
Semua hanya ada dalam bayangmu

Tidak semua orang ingin merindu
Malam dipenuhi kelabu
Siang diliputi kemarau
Semua menyiksa dirimu

Tidak semua orang mau merindu
Otakmu beku,
Jiwamu layu
Mulutmu hanya mampu diam dan bisu

Lantas, bagaimana?
Bagaimana mereka yang menyukai rindu atas makna?
Bagaimana mereka yang rindu dalam lara?
Bagaimana?

Lantas, apa?
Apa arti rindu menurut mereka, sekuntum-sekuntum jiwa?
Apa yang membuat rindu apa adanya?
Apa?

Ah, rindu
Jangan mau merindu
Rindu bukan sekedar rindu
Rindu adalah penyakit kalbu yang kaku

Rindu...
Jangan mau merindu
Rindu adalah tanggungjawab
Uniknya, rindu adalah nikmat
Mengapa?
Sebab, rindu adalah bejat yang beradab

Jangan mau merindu!
Tapi kalau mau, coba saja
Tapi, jangan deh!
Rindu itu berat.


Saturday, 8 October 2016

Cerita tentang Mawar


Ini tentang mawar.
Bunga yang cantik dan menawan ketika mekar.
Ia baik, pintar dalam menjaga diri.
Sayangnya, kepintarannya dalam menjaga diri kadang menyakiti orang lain..
Dengan duri dibatangnya, dengan senjata andalannya.

Disini, aku beku.
Rerintik hujan membekukan hatiku.
Kau memberiku payung untuk berlindung, dan kau berlindung bersama dibawah jaket kulitmu yang khas aroma tubuhmu.

Disini, aku beku.
Mataku. Beku.
Kau memberiku payung untuk berlindung, dan disana, kau memberi kehangatan kepada mata yang lain.

Semoga bukan aroma mawar yang tercium bersama lembabnya udara dingin sehabis hujan dari balik jaketmu.
Karena durinya sudah lama tertancap menyesakkan paru-paruku.

Namun, tampaknya, bunga favorit sang penyair adalah mawar.
Kelihatannya, kala hujan sang penyair enggan memalingkan pandangannya dari cantiknya mawar.
Kenapa?
Apa mawar itu simbol dari keromantisan dan feminisme?

Ahh, sayang....
apa hanya kontrasnya warna mawar itu? Sehingga bunga lain menjadi tenggelam bersama malam?

Lalu seseorang berceletuk.

"Belajarlah!"

Jangan bersedih.
Walaupun kau bukan bunga mawar, kau adalah kaktus. Bunga yang sangat indah, mampu bertahan dari gersangnya harapan, panasnya cemburu walau hanya dengan setetes perhatian yang membasahi akaranya.
Tapi ingatlah saat kaktus mekar, bahkan mawarpun akan layu.
Karena bunga kaktus mekar penuh perjuangan dan cinta darinya dan untuknya.

(Ditengah derasnya hujan, bersama Kakak yang sejatinya tak bisa diam (baca: Kak Agung Dewantara). Terimakasih sudah mau galau bersama!)

Untukmu (1)


Iya, pergilah kemanapun. 
Sesukamu. 
Sejauh apapun. 
Sesukamu.
Melarangmu bukan hal yang baik. 
Karena aku tahu,
Kau pasti pulang, bukan?