“ Impossible ”
Oleh : Abdul Latif Sirajuddin
“rumah baru, aku tak pernah memikirkannya.” Rasa takut
terus mengguncang jantungku. Berkali-kali ku hela nafasku perlahan.
“tenang, keadaan pasti membaik. Tak ada terror yang
membuntutimu nak.”
“aku baru beradaptasi sekitar 4 bulan disini. Dan ibu
menyuruh kami pindah untuk yang ke sekian kalinya. Karna pekerjaan semata?. Aku
gak sama seperti remaja pada umumnya, yang senang jika mereka pindah ke rumah
baru.”
“ibu tau apa yang ada didalam benakmu. Tak ada setan
yang akan mengikutimu nak. paranormal aja sudah cukup.”
“ibu bilang itu cukup? Ayah sudah gak ada lagi bu.
Hidup kita bukan hidup tahun yang lalu.”
Aku menangis. Tak ada harapan lagi bagi ku untuk
mengulang kisah ku yang bahagia bersama keluarga ini. Aku bingung, agama apa
yang sedang ku anut sekarang ini. Ayah ku seorang muslim, tapi aku tak pernah
mengucapkan kalimat syahadat. Ibu ku seorang katolik, tapi dia pun tak pernah
mengatakan bahwa aku pernah dibaptis. Aku pun tak pernah beribadah selama
hidupku, 13 tahun lamanya, tapi aku masih percaya akan adanya Tuhan. Apa ini
yang namanya kehidupan?
9 Februari 2010. Aku genap berumur 10 tahun.
Mengingat kejadian tahun 2005 yang lalu, koma yang disebabkan terbenturnya
kepalaku karna jatuh dari bangunan yang dulunya disebut-sebut ‘rumah
peninggalan Belanda’. Bangunan 5 lantai itu menjadi saksi hari naasku. Setelah
itu aku tak mengingat apa-apa, sehingga aku lemas ketika aku terbangun pada
tanggal lahirku 9 Februari 2008, hari itu aku sudah berumur 8 tahun. Memori
otakku tak berdaya untuk mengingat apa yang terjadi.
“De, pesta nya mau dimulai.” Teriak ibu dari lantai
dasar, yang membuatku bergegas menutup diary ku dan lari kebawah.
WOW. Semua teman-temanku tengah berdiri melingkari kue
ulangtahun ku. Aku mempercepat lariku lantaran tak sabar meniup lilin yang
berdiri kokoh diatas kue bertuliskan ‘Happy Birthday Our Lovely Denada
Samantha’.
“Selamat ulang tahun De.” Itulah satu kata yang
diucapkan bersamaan oleh orang-orang yang berdatangan.
“Terimakasih semuanya. Langsung mulai aja ya
pestanya.” Ujar ku tak sabar. Aku masuk kedalam tengah kerumunan.
“Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy
birthday, happy birthday our lovely Denada..” segera aku meniup lilin. Namun ada yang aneh, 2 lilin disana telah
redup apinya. Tersisa 8 lilin lagi yang harus ku redupkan. Segera aku
meredupkannya dan tersenyum simpul.
Sorakan dan tepuk tangan membuat bising rumahku petang
itu. Namun aku bahagia, sangat bahagia. Terimakasih Tuhan.
**
“Bereskan barang-barangmu. Ibu mestinya tak lagi
mengingatkanmu. Kamu sudah 13 tahun nak.”
“Aku tak tahu mesti berkata apa. Semoga Tuhan selalu
bersamaku.”
“Ibu tahu kamu de. Tapi kalo kita tak pindah rumah.
Kamu gak bisa makan, gak bisa sekolah, dan gak bisa hidup.”
“Aku mengerti.”
Segera aku mengepak buku-buku, pakaian, dan
barang-barang ku yang lainnya kedalam 4 kardus besar yang sudah disediakan.
Sebelumnya, kalian harus tahu bahwa setelah aku bangun dari koma ku yang panjang,
aku memiliki kemampuan melihat hal-hal gaib. Sebab pertama kali aku terbangun
dari koma ku. Satu hal yang pertama kali kulihat adalah wanita tua mengenakan
baju hitam sedang menatapku dari dalam cermin. Awalnya aku mengira itu adalah
bibi ku. Tapi aku kini tersadar ketika kejadian kematian ayahku, aku
benar-benar sadar pada saat itu, kalau ternyata aku adalah ‘Indigo’.
“Denada, kita gak punya waktu banyak. Truk nya sudah
menunggu diluar.”
“Iyaa, aku tahu.” Aku mendorong kardus-kardus besar
yang isinya adalah segala tetebengek ku. Aku kira aku akan meninggalkan tempat
yang baru 4 bulan kutempati ini.
**
Januari 2009.
Ini adalah pertama kalinya kami pindah kerumah baru
karna ayahku yang tempat kerjanya selalu tak menetap.
“Bagaimana? Senang dengan rumah baru?.” Ayahku
mengangkat alisnya.
Aku hanya tersenyum. “Begitulah..”
“Kami senang.” Ibuku menambah dari belakang. Kemudian
kami berpelukan layaknya teletubies.
Aku bergegas ke kamarku yang bersampingan dengan
gudang. Membersihkannya, dan meniduri kasur empuk disana. Waktu menunjukkan
21:00, aku bergegas tidur.
**
00:04.
Mata ku perlahan terbuka. Suara gaduh dari gudang
membuatku tak bisa tidur. Perlahan ku menyusuri pintu kamarku lalu membukanya.
Aku menengok dari balik pintu, tak ada apa-apa namun pintu gudang sudah terbuka
lebar. Aku takut. Aku tak bernyali berjalan diatas ubin tanah didalam sana.
Radio ku tiba-tiba memutar lagu tahun 80-an, suara laki-laki dengan khas serak
basah. Aku merinding, seketika itu pintu gudang terbanting menutup. Radio pun tak
bersuara lagi. Tuhan, aku tak bisa bergerak.
“huhhh..”
Helaan nafas yang meniup rambutku. Dia berada tepat
disampingku !!.
“Denada.” Ada yang menepuk pundak ku. Aku tak kuat
untuk berbalik. Tuhan…
“Ini ayah.” Detak jantungku kembali normal. Tuhan
masih bersamaku. Aku memalingkan wajahku kebelakang. Tapi, aku sedang tak
berada pada pintu dikamarku. Aku rasa tadi aku tak berjalan sejauh ini. Dan
sekarang aku tengah berdiri tepat didepan pintu utama.
“Aku takut.” Tiba-tiba aku menggigil.
“Takut kenapa sayang?..” ayahku memutar bola matanya
melihat seisi rumah.
“Kita gak sendiri disini. Ada orang lain disini..” aku
sigap memeluk ayahku, air mataku tak berbendung. Mengalir menyusuri pipi ku.
“Tenang, ada ayah disini. Gak usah takut. Allah
Subhanahu Wata’ala selalu dihati kita..”
Aku terdiam sejenak. “Apa Agamaku? Siapa tuhanku?.”
**
2013.
Aku, Denada Samantha, sungguh merasa aneh dengan rumah
pindahan ketiga ku. Aku rasa, mahluk-mahluk itu sudah kapok denganku. Tapi,
rasa takut itu masih menyertaiku. Sampai sekarang ini. Malam pertama dirumah
ini terlihat biasa saja. Tak ada yang gaduh, tak ada yang menampakkan dirinya.
Begitupun malam kedua, aku harap seterusnya. Mungkin saat ini, ibu ku tak perlu
memanggil paranormal lagi..
“Sampai kapan kamu gak mau cerita nak?kamu selalu
sibuk menuang kisah kedalam diarymu.”
“Aku belum siap saat ini bu.”
“Kenapa? Jelaskan pada ibu. Sampai kapan kamu harus
memendam semuanya? Ini sudah berjalan 4 tahun kematian ayah mu.”
“Mereka mengancamku.”
Ibu ku mengkerutkan keningnya. “Mengancam?..”
“Kata mereka, jika aku menceritakan semuanya. Maka..”
“Maka apa?.”
Tubuhku bergetar. “Mereka akan membunuhku.”
**
Mentari tak begitu cerah. Pagi ini cukup sejuk. Aku
benar-benar teruhuncang jikalau mengingat kejadian semalam. Aku berusaha untuk
tak mengingat. Jemuran !! mataku tertuju disana. Wanita itu lagi, memakai baju
hitam, layaknya ibu rumah tangga sedang berjemur. Aku pernah melihatnya..
“Lagi ngapain de?.” Ayahku membuyarkan lamunanku.
“sedang bernafas.” Aku menghela nafasku.
“Jawaban yang aneh. Ngomong-ngomong, yang kemarin itu
kamu kenapa, tiba-tiba berjalan ke pintu utama. Cengengesan segala. Mimpi de?.”
“ha..?” nafasku terhenti, helaan nafas yang malam itu
meniup rambutku terdengar lagi. Aku tak percaya. Setiap nafas itu berhembus, maka
disamping kiriku ada dia. Wanita dengan baju hitam. “Taka apa. Mungkin saja itu
efek koma ku yah.” Aku menarik senyum dari bibirku yang mungil.
Aku bergegas menuju kamar, dan melakukan pekerjaan
rutin ku. Menulis diary.
Aku masih berharap jikalau Tuhan masih bersamaku.
Harus kuceritakan semua. Disini. Dirumah ini. Ada kejanggalan. Apa mereka
hantu? Tapi aku melihat mereka. Lalu, mereka siapa? Orang yang senang dengan
keberadaanku?...
**
Kamar ini cukup besar. Walaupun tak sebesar kamarku di
rumahku yang sebelumnya. Tapi aku lebih menyukainya. Lebih natural, tak mewah.
Namun ada satu hal yang membuatku takut didalam sana. Sebuah lukisan. Tante
belanda yang akan menatapku sepanjang aku tidur. Walaupun hingga kini belum ada
yang aneh-aneh dengan rumah ini. Hati ku mengatakan bahwa akan ada bencana
besar.
Aku tak mau mendengarkan kata-kata hatiku. Aku hanya
berfikir bahwa itu hanya angin hayalan yang berlalu. Aku memang sering
berimajinasi dengan melamun. Mungkin karna itu hantu-hantu senang dengan ku?
Jikalau iya. Berarti kata paranormal ketika mengobati ku itu benar. Hantu-hantu
akan mengikuti seseorang yang sedang berpikiran kosong, walaupun hanya 5 menit
mereka mengikuti kita. Antara benar atau tidaknya, aku tidak tahu.
Namun, aku juga mendefinisikan bahwa hantu-hantu itu
mengikutiku karna aku tak beragama. Aku tak tahu siapa tuhanku. Namun aku masih
percaya bahwa Tuhan lah yang membuat scenario kehidupan hingga akhir jaman
datang.
“Bu.”
“Iya nak.”
“Apa ibu kenal wanita yang memakai baju hitam?. Dia
sering berkunjung kerumah kita sebelum ayah meninggal.”
“huhh.. haruskah ibu memanggil paranormal lagi?.”
“tidak perlu. Mereka belum menggangguku.”
“Kamu tidak mau cerita apa yang kamu lihat saat detik-detik
ayah meninggal. Andai kamu cerita. Paranormal sudah membunuh bangsa-bangsa
mereka 4 tahun silam.”
“Aku akan menceritakannya.”
“Puji tuhan. Katakan sekarang. Demi nama bapa, putra,
dan roh kudus. Mereka takkan mengganggumu denada. Katakanlah.”
“Aku takbisa mengatakannya sekarang. Tapi aku
berjanji, 9 Februari nanti. Aku akan menceritakan segalanya. Aku berjanji.”
“Ingatlah. Yakinilah. Tuhan tak pernah meninggalkan
kita..”
**
April 2009.
Kudapati Ayahku terbentang tak berdaya didalam gudang
malam itu. Aku hanya bisa berteriak nama Ibu saat itu. Lalu ibuku terbata-bata
datang kearah teriakan suaraku.
Waktu menunjukkan pukul 05:15. “Ayah bu…” aku memeluk
ibu ku yang kini mematung didepan pintu sambil mengusap airmata nya yang
bercucuran. “Mereka kejam bu..” bibirku bergetar.
“mereka? Siapa maksudmu?.” Ibu ku menatap ku.
“bukan siapa-siapa..” Aku ketakutan malam itu.
“katakan denada!!.” Aku terdiam tak menjawab.
Ini adalah pengalaman terburukku. aku tak ingin
mengingatnya. Aku ingin menghapusnya dari memori otakku. Aku tak
siap. Aku tak berdaya…
**
Aku mengingat ketika pesta ulang tahun ku yang ke-10
berlangsung. Lilinnya. 10 lilin yang tadinya terang benderang, kini tersisa
delapan yang terang. 2 lilinya redup. Aku yakin, itu ulah mereka. Aku cukup mengerti
maksud mereka. 8 lilin terang menandakan , waktu ketika aku terbangun dari koma
saat berusia 8 tahun, mengapa lilin itu terang? Karna berarti itu adalah moment
bahagia. 2 lilin yang redup, itu menandakan akan terjadi sesuatu antara aku dan
ibuku. Kejadian yang penuh kebencian, gelap, dan tak terlihat. Aku tak
menginginkan definisiku adalah benar. Aku tak ingin keluargaku mati. Karna
lebih baik, aku saja yang mati.
“2 hari lagi. Kamu genap berusia 13 tahun. Kamu sudah
besar sekarang.” Ibuku merangkul pundakku.
“Aku harap ayah ikut bahagia disurga sana. Tanpa dia
dan ibu. Aku bukan siapa-siapa.”
“Ibu menyayangimu..”
Kami berpelukan sembari meneteskan air mata, aku juga
menyayangi mu Ibu ku.
**
8 Februari 2013.
Besok aku berulang tahun, umurku sudah cukup matang
untuk disebut remaja. Terima kasih tuhan, tanpa kau, ibu ku, dan ayah ku, aku
tak akan terlahir didunia ini. Aku masih tak luput dengan dosa. Tahukah? Ada
satu pertanyaan yang selalu ku tanyakan, tapi tak pernah dijawab oleh ayahku.
Pertanyaan itu mudah dicerna, entah apa yang membuatnya gugup tak menjawab.
Ayah, apa agama ku? Siapa Tuhanku?...
“Makan dulu nak.” Teriak ibu ku dari dapur.
“Makanannya sudah siap..” lanjutnya.
“Iya bu.”
Aku menuju ruang makan. Namun hentiku terhenti ketika
aku melihat wanita yang memakai baju hitam itu berdiri dikejauhan menatapku
penuh kebencian. Aku sungguh tak berani. Aku berlari menyusuri anak tangga
dengan ketakutan.
“huhhh..” aku menghela nafas ketika berda tepat dimeja
makan.
“kenapa ngos-ngosan? Kayak dikejar hantu.
“Ibu benar..”
“kamu dikejar hantu?.” Ibuku spontan kaget.
“tidak..”
“Maksudmu?.” Ibu ku melototi ku.
“Aku lapar bu. Mana makanannya?.” Aku mengalihkan
pembicaraan dan lanjut memakan steak dengan nasi panas.
Jam menunjukkan pukul 15:53. Aku tak bisa tidur siang.
Fikiran ku berkeliaran dimana-mana. Aku gelisah. Takut. Panic. Aku tak tahu aku
kenapa saat ini. Hanya Tuhan yang mengetahui segalanya. Aku rasa aku sedang
berimajinasi tentang hari ulangtahun ku besok. Yang gak bakal bahagia hingga pukul
00:00 tiba.
Andai aku bisa berbicara kepada tuhan. Maka aku ingin
bertanya “Apa yang sedang terjadi pada diriku?.”
**
9 Februari 2013.
Happy birthday to me. Sekarang aku benar-benar remaja.
Sekarang aku benar-benar seorang gadis. Aku bahagia. Sangat bahagia. Tapi akan
lebih bahagia jika ayahku sekarang sedang berdiri menatap puterinya yang sudah
menjadi seorang gadis. Aku akan merindukan mu ayahku…
Jam menunjukkan pukul 17:00.
“Happy Birthday !!”
Aku melihat Ibuku dan 5 orang temanku sedang berdiri membawakan
kue ulang tahun ku dan beberapa hadiah. Aku menangis, ternyata banyak sekali
orang yang masih menyayangiku. Tapi, kenapa mahluk-mahluk itu justru
membenciku. Aku sungguh tak tahu.
“Aku berharap ini bukan hari ulang tahun ku yang
terakhir. Hari ulang tahun yang masih diingat oleh beberapa orang. Aku cinta
kalian semua.” Lagi-lagi kami berpelukan.
Mereka menyanyikan lagu HBD to You. Aku masih
menangis, hingga air mataku terhenti. Melihat wanita yang memakai baju hitam
itu. Tapi.. dia tak sendiri, masih ada beberapa orang disana. Tiba-tiba aku
mengingat janjiku pada ibu, harus menceritakan apa yang aku lihat pada 4 tahun
silam. Aku keringat dingin. Bagaimana kalau mereka mendengarnya?.
“Kenapa denada? Kok ngelamun?.” Vina, teman TK ku
bertanya.
“Aku tak apa.” Hanya itu yang bisa kujawab.
“ngomong-ngomong, udah mau maghrib, Vin, Nad, Ros, Vit, Tan, thanks yah
semuanya. Aku gatau harus ngomong apa.”
“santai aja de.” Jawab teman ku yang juga masih
berhubungan darah, Vita.
“hmm, yaudah. Kita pulang dulu ya.”
Vina, Nadya, Rossa, Vita, dan Tania. Hanya mereka
teman-temanku yang menghadiri ulang tahunku yang ke-13. Aku masih ragu untuk
mengatakan semuanya pada ibu.
**
“Ibu..” tubuhku bergetar.
“Iya de?.”
“Aku mau bilang sesuatu.”
“tentang apa?”
“tentang kematian ayah.” Aku gugup, “ aku sudah
berjanji.”
“baik, cerita dari awal.” Ibu ku sudah memasang
kupingnya dengan cermat.
“Hari itu, aku mendengar ayah keluar dari kamar,
tepatnya jam 04:30. aku fikir ayah sholat. Tapi tiba-tiba wanita itu…” aku
berusaha tenang, “dia berdiri tepat dipintu kamarku. Dia bilang kalau dia akan
menghancurkan keluarga kita. dia akan membunuh kita secara perlahan. Aku takut
bu, aku takut.” Untuk beberapa kalinya aku menangis. “ketika dia keluar dari
kamarku, aku mendengar suara bantingan yang hebat. Aku mendengar suara ayah
menjerit. Aku hanya bisa menengok dari pintu kamar. Pintu gudang itu terbuka
lebar. Tapi aku tak berani masuk. Kaki ku tak kuat memopong badanku saat itu…”
“lalu?..”
“ketika suara bantingan itu tak ada lagi, tiba-tiba
dia keluar dari gudang dan menatapku dari pintu gudang..” aku merasa mulai tak
nyaman, “dia bilang, kalau aku menceritakan kejadian ini, maka aku akan dibunuh
bu.” Bola mataku terus memutar melihat seisi kamar.”
Pranggg !!!
Suara pecahan membuat ku memberhentikan pembicaraan.
Kursi-kursi diruangan terbalik dan jatuh ke lantai. Spontan aku berlari memeluk
ibu ku. Namun, kaki ku ditarik. Jelas sekali muka wanita itu. Ibu ku berusaha
menangkap ku dan akhirnya aku terseret hingga kamar tidurku. Pintu ku terbanting
menutup. Hanya suraku yang bisa didengar oleh ibuku.
“Ampunnn serena, aku harus mengatakannya pafda ibuku.
Maafkan aku serena !!” dia membantingku. Aku tak berdaya.
Ibuku hanya bisa menggedor pintu dan meneriaki namaku.
“Denada !!! .”
“Ibuuu.. Aku Takut !!”
Tak ada suara lagi. Serena, wanita dengan baju hitam
itu menikam pisau di leher ku. Aku terus menyebut nama Tuhan.
Pintu kamar sudah terbuka, ibuku mentangisi
kepergianku. Aku lebih nyaman seperti ini. Aku sudah tak akan diikuti
mahluk-mahluk itu lagi. Tapi aku juga sedih, harus meninggalkan ibuku hidup
sendiri.
Polisi mulai berdatangan. Aku dikubur keesokan
harinya. Tak ada lagi coretan pada diaryku. Aku akan merindukannya, Ibu, Diary,
dan teman-teman. Aku juga akan bertemu ayah disurga nanti. Terima kasih Tuhan
atas hidup yang kau beri.
“..I wanna make everybody happy. But it is just like
IMPOSSIBLE..”
**
No comments:
Post a Comment