Friday, 14 August 2015

[Re:] Impossible (cerpen sahabat gue)

“ Impossible ”
Oleh : Abdul Latif Sirajuddin

“rumah baru, aku tak pernah memikirkannya.” Rasa takut terus mengguncang jantungku. Berkali-kali ku hela nafasku perlahan.
“tenang, keadaan pasti membaik. Tak ada terror yang membuntutimu nak.”
“aku baru beradaptasi sekitar 4 bulan disini. Dan ibu menyuruh kami pindah untuk yang ke sekian kalinya. Karna pekerjaan semata?. Aku gak sama seperti remaja pada umumnya, yang senang jika mereka pindah ke rumah baru.”
“ibu tau apa yang ada didalam benakmu. Tak ada setan yang akan mengikutimu nak. paranormal aja sudah cukup.”
“ibu bilang itu cukup? Ayah sudah gak ada lagi bu. Hidup kita bukan hidup  tahun yang lalu.”
Aku menangis. Tak ada harapan lagi bagi ku untuk mengulang kisah ku yang bahagia bersama keluarga ini. Aku bingung, agama apa yang sedang ku anut sekarang ini. Ayah ku seorang muslim, tapi aku tak pernah mengucapkan kalimat syahadat. Ibu ku seorang katolik, tapi dia pun tak pernah mengatakan bahwa aku pernah dibaptis. Aku pun tak pernah beribadah selama hidupku, 13 tahun lamanya, tapi aku masih percaya akan adanya Tuhan. Apa ini yang namanya kehidupan?
**
 9 Februari 2010. Aku genap berumur 10 tahun. Mengingat kejadian tahun 2005 yang lalu, koma yang disebabkan terbenturnya kepalaku karna jatuh dari bangunan yang dulunya disebut-sebut ‘rumah peninggalan Belanda’. Bangunan 5 lantai itu menjadi saksi hari naasku. Setelah itu aku tak mengingat apa-apa, sehingga aku lemas ketika aku terbangun pada tanggal lahirku 9 Februari 2008, hari itu aku sudah berumur 8 tahun. Memori otakku tak berdaya untuk mengingat apa yang terjadi.
“De, pesta nya mau dimulai.” Teriak ibu dari lantai dasar, yang membuatku bergegas menutup diary ku dan lari kebawah.
WOW. Semua teman-temanku tengah berdiri melingkari kue ulangtahun ku. Aku mempercepat lariku lantaran tak sabar meniup lilin yang berdiri kokoh diatas kue bertuliskan ‘Happy Birthday Our Lovely Denada Samantha’.
“Selamat ulang tahun De.” Itulah satu kata yang diucapkan bersamaan oleh orang-orang yang berdatangan.
“Terimakasih semuanya. Langsung mulai aja ya pestanya.” Ujar ku tak sabar. Aku masuk kedalam tengah kerumunan.
“Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday our lovely Denada..” segera aku meniup lilin. Namun ada yang aneh, 2 lilin disana telah redup apinya. Tersisa 8 lilin lagi yang harus ku redupkan. Segera aku meredupkannya dan tersenyum simpul.
Sorakan dan tepuk tangan membuat bising rumahku petang itu. Namun aku bahagia, sangat bahagia. Terimakasih Tuhan.
**
“Bereskan barang-barangmu. Ibu mestinya tak lagi mengingatkanmu. Kamu sudah 13 tahun nak.”
“Aku tak tahu mesti berkata apa. Semoga Tuhan selalu bersamaku.”
“Ibu tahu kamu de. Tapi kalo kita tak pindah rumah. Kamu gak bisa makan, gak bisa sekolah, dan gak bisa hidup.”
“Aku mengerti.”
Segera aku mengepak buku-buku, pakaian, dan barang-barang ku yang lainnya kedalam 4 kardus besar yang sudah disediakan. Sebelumnya, kalian harus tahu bahwa setelah aku bangun dari koma ku yang panjang, aku memiliki kemampuan melihat hal-hal gaib. Sebab pertama kali aku terbangun dari koma ku. Satu hal yang pertama kali kulihat adalah wanita tua mengenakan baju hitam sedang menatapku dari dalam cermin. Awalnya aku mengira itu adalah bibi ku. Tapi aku kini tersadar ketika kejadian kematian ayahku, aku benar-benar sadar pada saat itu, kalau ternyata aku adalah ‘Indigo’.
“Denada, kita gak punya waktu banyak. Truk nya sudah menunggu diluar.”
“Iyaa, aku tahu.” Aku mendorong kardus-kardus besar yang isinya adalah segala tetebengek ku. Aku kira aku akan meninggalkan tempat yang baru 4 bulan kutempati ini.

**
Januari 2009.
Ini adalah pertama kalinya kami pindah kerumah baru karna ayahku yang tempat kerjanya selalu tak menetap.
“Bagaimana? Senang dengan rumah baru?.” Ayahku mengangkat alisnya.
Aku hanya tersenyum. “Begitulah..”
“Kami senang.” Ibuku menambah dari belakang. Kemudian kami berpelukan layaknya teletubies.
Aku bergegas ke kamarku yang bersampingan dengan gudang. Membersihkannya, dan meniduri kasur empuk disana. Waktu menunjukkan 21:00, aku bergegas tidur.
**
00:04.
Mata ku perlahan terbuka. Suara gaduh dari gudang membuatku tak bisa tidur. Perlahan ku menyusuri pintu kamarku lalu membukanya. Aku menengok dari balik pintu, tak ada apa-apa namun pintu gudang sudah terbuka lebar. Aku takut. Aku tak bernyali berjalan diatas ubin tanah didalam sana. Radio ku tiba-tiba memutar lagu tahun 80-an, suara laki-laki dengan khas serak basah. Aku merinding, seketika itu pintu gudang terbanting menutup. Radio pun tak bersuara lagi. Tuhan, aku tak bisa bergerak.
“huhhh..”
Helaan nafas yang meniup rambutku. Dia berada tepat disampingku !!.
“Denada.” Ada yang menepuk pundak ku. Aku tak kuat untuk berbalik. Tuhan…
“Ini ayah.” Detak jantungku kembali normal. Tuhan masih bersamaku. Aku memalingkan wajahku kebelakang. Tapi, aku sedang tak berada pada pintu dikamarku. Aku rasa tadi aku tak berjalan sejauh ini. Dan sekarang aku tengah berdiri tepat didepan pintu utama.
“Aku takut.” Tiba-tiba aku menggigil.
“Takut kenapa sayang?..” ayahku memutar bola matanya melihat seisi rumah.
“Kita gak sendiri disini. Ada orang lain disini..” aku sigap memeluk ayahku, air mataku tak berbendung. Mengalir menyusuri pipi ku.
“Tenang, ada ayah disini. Gak usah takut. Allah Subhanahu Wata’ala selalu dihati kita..”
Aku terdiam sejenak. “Apa Agamaku? Siapa tuhanku?.”
**
2013.
Aku, Denada Samantha, sungguh merasa aneh dengan rumah pindahan ketiga ku. Aku rasa, mahluk-mahluk itu sudah kapok denganku. Tapi, rasa takut itu masih menyertaiku. Sampai sekarang ini. Malam pertama dirumah ini terlihat biasa saja. Tak ada yang gaduh, tak ada yang menampakkan dirinya. Begitupun malam kedua, aku harap seterusnya. Mungkin saat ini, ibu ku tak perlu memanggil paranormal lagi..
“Sampai kapan kamu gak mau cerita nak?kamu selalu sibuk menuang kisah kedalam diarymu.”
“Aku belum siap saat ini bu.”
“Kenapa? Jelaskan pada ibu. Sampai kapan kamu harus memendam semuanya? Ini sudah berjalan 4 tahun kematian ayah mu.”
“Mereka mengancamku.”
Ibu ku mengkerutkan keningnya. “Mengancam?..”
“Kata mereka, jika aku menceritakan semuanya. Maka..”
“Maka apa?.”
Tubuhku bergetar. “Mereka akan membunuhku.”
**
Mentari tak begitu cerah. Pagi ini cukup sejuk. Aku benar-benar teruhuncang jikalau mengingat kejadian semalam. Aku berusaha untuk tak mengingat. Jemuran !! mataku tertuju disana. Wanita itu lagi, memakai baju hitam, layaknya ibu rumah tangga sedang berjemur. Aku pernah melihatnya..
“Lagi ngapain de?.” Ayahku membuyarkan lamunanku.
“sedang bernafas.” Aku menghela nafasku.
“Jawaban yang aneh. Ngomong-ngomong, yang kemarin itu kamu kenapa, tiba-tiba berjalan ke pintu utama. Cengengesan segala. Mimpi de?.”
“ha..?” nafasku terhenti, helaan nafas yang malam itu meniup rambutku terdengar lagi. Aku tak percaya. Setiap nafas itu berhembus, maka disamping kiriku ada dia. Wanita dengan baju hitam. “Taka apa. Mungkin saja itu efek koma ku yah.” Aku menarik senyum dari bibirku yang mungil.
Aku bergegas menuju kamar, dan melakukan pekerjaan rutin ku. Menulis diary.
Aku masih berharap jikalau Tuhan masih bersamaku. Harus kuceritakan semua. Disini. Dirumah ini. Ada kejanggalan. Apa mereka hantu? Tapi aku melihat mereka. Lalu, mereka siapa? Orang yang senang dengan keberadaanku?...
**
Kamar ini cukup besar. Walaupun tak sebesar kamarku di rumahku yang sebelumnya. Tapi aku lebih menyukainya. Lebih natural, tak mewah. Namun ada satu hal yang membuatku takut didalam sana. Sebuah lukisan. Tante belanda yang akan menatapku sepanjang aku tidur. Walaupun hingga kini belum ada yang aneh-aneh dengan rumah ini. Hati ku mengatakan bahwa akan ada bencana besar.
Aku tak mau mendengarkan kata-kata hatiku. Aku hanya berfikir bahwa itu hanya angin hayalan yang berlalu. Aku memang sering berimajinasi dengan melamun. Mungkin karna itu hantu-hantu senang dengan ku? Jikalau iya. Berarti kata paranormal ketika mengobati ku itu benar. Hantu-hantu akan mengikuti seseorang yang sedang berpikiran kosong, walaupun hanya 5 menit mereka mengikuti kita. Antara benar atau tidaknya, aku tidak tahu.
Namun, aku juga mendefinisikan bahwa hantu-hantu itu mengikutiku karna aku tak beragama. Aku tak tahu siapa tuhanku. Namun aku masih percaya bahwa Tuhan lah yang membuat scenario kehidupan hingga akhir jaman datang.
“Bu.”
“Iya nak.”
“Apa ibu kenal wanita yang memakai baju hitam?. Dia sering berkunjung kerumah kita sebelum ayah meninggal.”
“huhh.. haruskah ibu memanggil paranormal lagi?.”
“tidak perlu. Mereka belum menggangguku.”
“Kamu tidak mau cerita apa yang kamu lihat saat detik-detik ayah meninggal. Andai kamu cerita. Paranormal sudah membunuh bangsa-bangsa mereka 4  tahun silam.”
“Aku akan menceritakannya.”
“Puji tuhan. Katakan sekarang. Demi nama bapa, putra, dan roh kudus. Mereka takkan mengganggumu denada. Katakanlah.”
“Aku takbisa mengatakannya sekarang. Tapi aku berjanji, 9 Februari nanti. Aku akan menceritakan segalanya. Aku berjanji.”
“Ingatlah. Yakinilah. Tuhan tak pernah meninggalkan kita..”
**
April 2009.
Kudapati Ayahku terbentang tak berdaya didalam gudang malam itu. Aku hanya bisa berteriak nama Ibu saat itu. Lalu ibuku terbata-bata datang kearah teriakan suaraku.
Waktu menunjukkan pukul 05:15. “Ayah bu…” aku memeluk ibu ku yang kini mematung didepan pintu sambil mengusap airmata nya yang bercucuran. “Mereka kejam bu..” bibirku bergetar.
“mereka? Siapa maksudmu?.” Ibu ku menatap ku.
“bukan siapa-siapa..” Aku ketakutan malam itu.
“katakan denada!!.” Aku terdiam tak menjawab.
Ini adalah pengalaman terburukku. aku tak ingin mengingatnya. Aku ingin menghapusnya dari memori otakku.  Aku tak siap. Aku tak berdaya…
**
Aku mengingat ketika pesta ulang tahun ku yang ke-10 berlangsung. Lilinnya. 10 lilin yang tadinya terang benderang, kini tersisa delapan yang terang. 2 lilinya redup. Aku yakin, itu ulah mereka. Aku cukup mengerti maksud mereka. 8 lilin terang menandakan , waktu ketika aku terbangun dari koma saat berusia 8 tahun, mengapa lilin itu terang? Karna berarti itu adalah moment bahagia. 2 lilin yang redup, itu menandakan akan terjadi sesuatu antara aku dan ibuku. Kejadian yang penuh kebencian, gelap, dan tak terlihat. Aku tak menginginkan definisiku adalah benar. Aku tak ingin keluargaku mati. Karna lebih baik, aku saja yang mati.
“2 hari lagi. Kamu genap berusia 13 tahun. Kamu sudah besar sekarang.” Ibuku merangkul pundakku.
“Aku harap ayah ikut bahagia disurga sana. Tanpa dia dan ibu. Aku bukan siapa-siapa.”
“Ibu menyayangimu..”
Kami berpelukan sembari meneteskan air mata, aku juga menyayangi mu Ibu ku.
**
8 Februari 2013.
Besok aku berulang tahun, umurku sudah cukup matang untuk disebut remaja. Terima kasih tuhan, tanpa kau, ibu ku, dan ayah ku, aku tak akan terlahir didunia ini. Aku masih tak luput dengan dosa. Tahukah? Ada satu pertanyaan yang selalu ku tanyakan, tapi tak pernah dijawab oleh ayahku. Pertanyaan itu mudah dicerna, entah apa yang membuatnya gugup tak menjawab. Ayah, apa agama ku? Siapa Tuhanku?...
“Makan dulu nak.” Teriak ibu ku dari dapur. “Makanannya sudah siap..” lanjutnya.
“Iya bu.”
Aku menuju ruang makan. Namun hentiku terhenti ketika aku melihat wanita yang memakai baju hitam itu berdiri dikejauhan menatapku penuh kebencian. Aku sungguh tak berani. Aku berlari menyusuri anak tangga dengan ketakutan.
“huhhh..” aku menghela nafas ketika berda tepat dimeja makan.
“kenapa ngos-ngosan? Kayak dikejar hantu.
“Ibu benar..”
“kamu dikejar hantu?.” Ibuku spontan kaget.
“tidak..”
“Maksudmu?.” Ibu ku melototi ku.
“Aku lapar bu. Mana makanannya?.” Aku mengalihkan pembicaraan dan lanjut memakan steak dengan nasi panas.
Jam menunjukkan pukul 15:53. Aku tak bisa tidur siang. Fikiran ku berkeliaran dimana-mana. Aku gelisah. Takut. Panic. Aku tak tahu aku kenapa saat ini. Hanya Tuhan yang mengetahui segalanya. Aku rasa aku sedang berimajinasi tentang hari ulangtahun ku besok. Yang gak bakal bahagia hingga pukul 00:00 tiba.
Andai aku bisa berbicara kepada tuhan. Maka aku ingin bertanya “Apa yang sedang terjadi pada diriku?.”
**
9 Februari 2013.
Happy birthday to me. Sekarang aku benar-benar remaja. Sekarang aku benar-benar seorang gadis. Aku bahagia. Sangat bahagia. Tapi akan lebih bahagia jika ayahku sekarang sedang berdiri menatap puterinya yang sudah menjadi seorang gadis. Aku akan merindukan mu ayahku…
Jam menunjukkan pukul 17:00.
“Happy Birthday !!”
Aku melihat Ibuku dan 5 orang temanku sedang berdiri membawakan kue ulang tahun ku dan beberapa hadiah. Aku menangis, ternyata banyak sekali orang yang masih menyayangiku. Tapi, kenapa mahluk-mahluk itu justru membenciku. Aku sungguh tak tahu.
“Aku berharap ini bukan hari ulang tahun ku yang terakhir. Hari ulang tahun yang masih diingat oleh beberapa orang. Aku cinta kalian semua.” Lagi-lagi kami berpelukan.
Mereka menyanyikan lagu HBD to You. Aku masih menangis, hingga air mataku terhenti. Melihat wanita yang memakai baju hitam itu. Tapi.. dia tak sendiri, masih ada beberapa orang disana. Tiba-tiba aku mengingat janjiku pada ibu, harus menceritakan apa yang aku lihat pada 4 tahun silam. Aku keringat dingin. Bagaimana kalau mereka mendengarnya?.
“Kenapa denada? Kok ngelamun?.” Vina, teman TK ku bertanya.
“Aku tak apa.” Hanya itu yang bisa kujawab. “ngomong-ngomong, udah mau maghrib, Vin, Nad, Ros, Vit, Tan, thanks yah semuanya. Aku gatau harus ngomong apa.”
“santai aja de.” Jawab teman ku yang juga masih berhubungan darah, Vita.
“hmm, yaudah. Kita pulang dulu ya.”
Vina, Nadya, Rossa, Vita, dan Tania. Hanya mereka teman-temanku yang menghadiri ulang tahunku yang ke-13. Aku masih ragu untuk mengatakan semuanya pada ibu.
**
“Ibu..” tubuhku bergetar.
“Iya de?.”
“Aku mau bilang sesuatu.”
“tentang apa?”
“tentang kematian ayah.” Aku gugup, “ aku sudah berjanji.”
“baik, cerita dari awal.” Ibu ku sudah memasang kupingnya dengan cermat.
“Hari itu, aku mendengar ayah keluar dari kamar, tepatnya jam 04:30. aku fikir ayah sholat. Tapi tiba-tiba wanita itu…” aku berusaha tenang, “dia berdiri tepat dipintu kamarku. Dia bilang kalau dia akan menghancurkan keluarga kita. dia akan membunuh kita secara perlahan. Aku takut bu, aku takut.” Untuk beberapa kalinya aku menangis. “ketika dia keluar dari kamarku, aku mendengar suara bantingan yang hebat. Aku mendengar suara ayah menjerit. Aku hanya bisa menengok dari pintu kamar. Pintu gudang itu terbuka lebar. Tapi aku tak berani masuk. Kaki ku tak kuat memopong badanku saat itu…”
“lalu?..”
“ketika suara bantingan itu tak ada lagi, tiba-tiba dia keluar dari gudang dan menatapku dari pintu gudang..” aku merasa mulai tak nyaman, “dia bilang, kalau aku menceritakan kejadian ini, maka aku akan dibunuh bu.” Bola mataku terus memutar melihat seisi kamar.”
Pranggg !!!
Suara pecahan membuat ku memberhentikan pembicaraan. Kursi-kursi diruangan terbalik dan jatuh ke lantai. Spontan aku berlari memeluk ibu ku. Namun, kaki ku ditarik. Jelas sekali muka wanita itu. Ibu ku berusaha menangkap ku dan akhirnya aku terseret hingga kamar tidurku. Pintu ku terbanting menutup. Hanya suraku yang bisa didengar oleh ibuku.
“Ampunnn serena, aku harus mengatakannya pafda ibuku. Maafkan aku serena !!” dia membantingku. Aku tak berdaya.
Ibuku hanya bisa menggedor pintu dan meneriaki namaku. “Denada !!! .”
“Ibuuu.. Aku Takut !!”
Tak ada suara lagi. Serena, wanita dengan baju hitam itu menikam pisau di leher ku. Aku terus menyebut nama Tuhan.
Pintu kamar sudah terbuka, ibuku mentangisi kepergianku. Aku lebih nyaman seperti ini. Aku sudah tak akan diikuti mahluk-mahluk itu lagi. Tapi aku juga sedih, harus meninggalkan ibuku hidup sendiri.
Polisi mulai berdatangan. Aku dikubur keesokan harinya. Tak ada lagi coretan pada diaryku. Aku akan merindukannya, Ibu, Diary, dan teman-teman. Aku juga akan bertemu ayah disurga nanti. Terima kasih Tuhan atas hidup yang kau beri.
“..I wanna make everybody happy. But it is just like IMPOSSIBLE..”

**

No comments: