Siang itu..menjelang sore. Di kota-kota besar,
biasanya orang-orang sibuk bekerja, macetpun tak pernah berujung. Mobil dan
motor berlalu lalang sana sini, anak-anak sekolahan terlihat ramai memenuhi
persimpangan jalan. Lain halnya dengan di kampung. Angin sepoi-sepoi, halaman
yang sejuk, pohon rindang, bunga-bunga dengan riang bernyanyi, burung
berterbangan mencari makan, ah..tak dapat digambarkan dengan kata-kata.
Sepulang sekolah, seperti biasa, tak ada kegiatan. Aku
duduk termenung di sebuah kasurku yang sederhana, di sebuah ruangan berwarna
biru terang yang kira-kira berukuran 10x10 m2, yang tak lain adalah kamar
tidurku. Memang kecil, tapi disitulah tempatku menghabiskan waktu luang. Tak
ada lagi kegiatan yang dapat kulakukan selain merenung dan melamun di dalam
kamar sehabis pulang sekolah. Sampai-sampai,
aku tak sadar kalau terkadang, aku melamun dan termenung hingga terlelap.Mau makan, tak ada beras
ataupun bahan makanan yang bisa dimasak. Mau curhat, tak ada adik ataupun kakak
yang bisa kuajak bicara. Huh, pulang sekolah hanya langsung ke rumah, ganti
baju, kerja pr kalaupun ada, kalau tidak?? Yah mau
tak mau harus duduk saja dikasur bagaikan patung pancuran. Inginku main-main
keluar sambil mencari angin, tapi..aku tak berani kalau keluar rumah sendirian.
Tuhan..kuharap ada seseorang yang mengajakku keluar dari ruangan yang
membosankan ini... batinku seraya berdoa.
“ Liaa... Liaa... main yuk!!! ”, seru beberapa orang
yang kuduga temanku dari depan rumah. Wajahku berbinar-binar. Aku tersenyum
lebar. Aku berlari ke pintu utama, namun sebelumnya kulihat dulu siapa
sebenarnya yang memanggilku dari balik jendela rumahku yang sudah kusam dan tak
pernah dibersihkan itu. Ternyata benar, itu temanku. Tapi, lebih cocoknya lagi
kalau kusebut itu sahabatku. Sahabat sejatiku. Mereka adalah Tari, Riki, Revan,
dan Rival.
Dengan senang hati aku pun membuka pintu. Kusambut mereka dengan senyumku yang paliingg....tulus
dan manis. Meskipun aku tau, senyumku ini tak semanis senyum Cinderella.
“ Li,
kita main yuk ke kebun salak ayahnya Riki.. ”, ajak Tari.
“
sebenarnya sih aku pengen ikut, tapi... kalau aku pergi nanti siapa yang jagain
rumah?? Ayah dan ibuku sedang pergi bekerja, jadi aku sendirian dan harus jaga
rumah..”, kataku yang terlihat bingung.Jujur saja, aku ingin sekali ikut karena
aku benar-benar sangat bosan dan ingin sekali keluar rumah hari ini.Tapi aku
teringat lagi dengan orang tuaku.Aku harus menjaga rumah, jangan sampai seperti
tetanggaku, Achy yang kemalingan gara-gara lupa mengunci pintu saat keluar
rumah.
“
ayolah Li, kita kan hanya sampai sore.. ayah dan ibumu juga kan pulang malam, jadi
tidak akan ketahuan kalau kamu lagi pergi sama kita.. ”, kata Rival.
“
Ayolah li.. pliss... ”, Revan sudah merengek-rengek.
“ li..
sekali ini aja.. ”, Riki juga sudah merengek dan memaksaku untuk ikut.
Hmm...karena
mereka sahabatku, okelah, aku akan ikut. Tanpa basa-basi lagi,
akupun berlari ke kamar mengambil jaket biru favoritku dan menutup
pintu kamar, menutup pintu masuk rumahku kemudian menguncinya. Untuk hari ini
aku absen dulu menjaga rumah, tapi aku takkan lupa untuk mengunci pintu.Aku tak
mau kejadian yang dialami Achy terjadi padaku dan keluargaku, serta rumahku.
“ ayo
jalan! ”, kataku sembari memasukkan kunci pintu rumahku kedalam kantong
celanaku.
“ jadi
kamu benar-benar mau ikut? ”, kata Riki yang sepertinya tak percaya.
“ trus
ngapain aku mengunci pintu dan mengambil jaketku kalau aku ga mau ikut sama
kalian ”, kataku. Tari, Riki, Revan, dan Rival langsung memperlihatkan senyum
termanis mereka. Mereka terlihat sangat senang.Kamipun berjalan menuju kebun
salak milik ayah Riki. Jarak yang ditempuh cukup jauh, sekitar 2 km. Kami
melewati indahnya sawah-sawah, perumahan yang sederhana, kami melihat anak-anak
bermain layangan, dan melewati sungai dangkal sambil bernyanyi-nyanyi.
Hmm..ternyata, kampung itu benar-benar indah...
Sesampainya
di sana, Tari, Riki, Revan, dan Rival sibuk berlarian memungut buah salak yang
tergeletak di tanah. Sedangkan aku?? Huh, aku memang tak ada kerjaan lain lagi
selain melamun, melamun, dan melamun sambil duduk dibawah sebuah pohon yang
cukup besar. Tapi bukan pohon salak.Riki yang merasa heran langsung
menghampiriku.
“ Li
jangan melamun, nanti kesurupan. Di sini banyak penunggunya ”, kata Riki tiba-tiba.
Akupun terbangun dan tersadar dari lamunanku.
“ ah, ini sudah jadi kebiasaanku sehabis pulang
sekolah.. ”, kataku.
“ daripada melamun, mending pungut salak yuk.. ”, ajak
Riki.
“ makasih ki. Tapi,
lebih baik aku duduk saja disini sambil memperhatikan kalian. Itu sudah buat
aku senang,kok .. ”, kataku lagi.
“
ayolah li, kamu butuh refreshing .. ga ada gunanya melamun terus .. toh nanti
kalau kita udah pulang kamu bakal melamun lagi kan di rumah? Hidup itu bukan
untuk melamun doang, Li ”. Riki benar-benar tau kebiasaanku.
“ hmm..
oke deh”, akhirnya aku pasrah saja dan mengikuti perkataan Riki. “ tapi, aku
mau buang air dulu. Kamu tau gak, toilet dimana?”, tanyaku.Entah mengapa,
batinku menjadi risih dan ingin sekali buang air kecil.
“ kamu
bohong kan li? kamu mau lari dari kita kan? Kamu mau melamun di toilet kan? ”,
tanya Riki bertubi-tubi. Mendengar itu, aku jadi tertawa dan memutar bola
mataku.
“ ya ampun ki, buat apa juga aku bohong? Beneran deh
ki, sumpah, aku pengen buang air kecil dulu, nanti sehabis buang air baru aku
lomba memungut salak sama kalian .. ”, jelasku.
“ hmm ..beneran kan li, kamu ga bohong? “, tanya Riki
sekali lagi.
“ iya
Muhammad Riki Firmansyah .... ”, jawabku. “ mending sekarang kamu kasitau aku
toilet ada di mana, soalnya aku udah kebelet banget ini! ”, kataku lagi. Rasa
kebeletku benar-benar sudah diujung tanduk.
“ huuh,
iya iyaa .. Lia
Cantika Rahmawatii ..!!! Tuh, toiletnya ada disana. tapi lumayan jauh. Aku
antar ya?? Tenang aja, aku ga bakalan macam-macam .. ”,kata Riki sambil
menunjuk sesuatu yang tak lain adalah sebuah kamar kecil.
“ ah ga usah, ga usah. Aku sendiri aja ”, kataku
dengan Pdnya.
“ tapi, li.. ”
“ udahlah Riki, aku bukan anak kecil lagi yang harus
ditemani. Yaudah, aku ke sana dulu ya, bye ”, kataku sambil berlari menuju
kamar kecil tersebut. Hmm, Jalan menuju toilet itu terlihat cukup menyeramkan.
Bagaimana tidak, banyak sekali daun berserakan dan pohon-pohon besar menjulang
tinggi. Mungkin saja yang dimaksud Riki bukan toilet, tapi ..sudahlah, ikuti
saja perkataan Riki. Ia tidak mungkin bohong padaku.
Sesampainya di sana, bulu kudukku tiba-tiba berdiri di
depan ‘toilet’ yang dimaksud Riki itu. Dindingnya berupa kayu, pintunya pula.
Sepertinya sudah bertahun-tahun tak terpakai. Seketika, angin bertiup
kencang, daun-daun berterbangan dengan sendirinya. Perasaanku sudah mulai
gelisah dan tidak tenang. Nafasku mulai tak teratur. Aku harus bagaimana ini ???mau balik, ntar kebelet.
Mau masuk, ntar ketakutan. Duuhh, udah diujung tanduk nii!!!
Setelah
berpikir beberapa meni sejenak, akhirnya aku memberanikan diri. Perlahan-lahan,
aku mulai memasuki kamar kecil tua itu.
“
Fiuuh, akhirnya lega juga.. “, kataku sesudah buang air. Untung saja di dalam
‘toilet’ itu masih ada air dan ember.Pintunya juga masih bisa tertutup. Yaa,
meskipun agak ngeri siih mendengar pintu itu saat kutarik
kedepan. Seperti
pintu rumah tua!
Akupun bergegas menuju tempat semula ..eh, maksudku ..
tempat di mana Tari, Rendi, Riki, dan Rival berada. Namun saat aku berjalan..
krruukk....!!!
Kakiku yang dilapisi oleh sebuah sendal jepit berwarna
biru sepertinya menginjak sesuatu. “ Haah..??bunga mawar..?? hey,
perasaan waktu aku kesini... nggak ada bunga mawar yang tergeletak kayak gini
deh... “, aku bertanya-tanya. Sekuntum mawar kecoklatan yang tampaknya telah
layu tidak sengaja terinjak olehku. Darimana asal bunga mawar itu?? Di sini tak
ada kumpulan bunga mawar, tak ada pula kebun bunga mawar. Lalu darimana mawar
layu itu berasal..?? Aku menjadi bingung. Heran aku. Angin kencang kembali
bertiup tanpa aba-aba. Daun-daun yang berguguran mulai berterbangan bak
burung-burung yang mencari makan. Dan lagi-lagi, bulu kudukku kembali berdiri.
Yaa, berdiri bagaikan pasukan tentara yang sedang berbaris.
“ na..na..na..na...na... “, Sebuah nyanyian misterius
perlahan-lahan muncul melintasi gendang telingaku. Oh Tuhan..apa lagi ini..?
“ na...na...na...na...na... ”,nyanyian tersebut semakin lama semakin keras.
“
sruuutt...!!! ”, sebuah bayangan hitam dengan cepat kilat tiba-tiba melintas
tepat didepan mata kepalaku. Dengan cepat, bayangan tersebut lagsung
menghilang. Huh, perasaanku semakin gelisah dan kacau. Apa indra keenamku ini mulai
berfungsi lagi seperti sediadulu??
Yup,
orangtuaku bilang sejak kecil aku memiliki indra keenam. Indra yang jarang
dimiliki oleh orang lain. Wajar saja, saat aku menginjak kelas 3 aku sering
menangis di kamar karena takut tidur sendirian.Bagaimana tidak, setiap jam 2
pagi jendelaku selalu berbunyi.Seperti ada orang yang mengetuknya.Ketika
kuperiksa, tak ada siapa-siapa. Padahal, ada mahluk halus yang berdiri di depan
jalan rumahku dan dialah yang mengetuk jendelaku setiap malam. Selain itu,
keempat sahabatku yang tak lain adalah Tari, Riki, Revan, dan Rival juga tau
kalau aku memiliki indra keenam. Karena, saat kami masih duduk di bangku 4 SD,
aku melihat sosok gadis berambut panjang dengan wajah yang sangat rusak dan
penuh luka, menggunakan baju seragam berbercak darah sedang berdiri dan
menangis memegang buku diary di sudut taman sekolah saat kami sedang
bermain. Mulanya
mereka menganggapku mengada-ada, bahkan aku sempat dibilang gila oleh Revan,
Riki, dan Rival. Tetapi setelah aku ceritakan semua yang pernah
kualami dengan ‘indra keenam’ku itu, mereka akhirnya percaya. Namun, saat aku kelas 5 sampai sekarang ini, aku sudah
jarang melihat hal-hal itu. Tak ada lagi yang mengetuk jendelaku tiap jam 2
pagi, dan aku tidak takut lagi untuk tidur sendirian. Kulihat kembali mawar
yang kuinjak tadi. Mawar yang sangat malang, seperti ‘toilet’ tadi. Putiknya
seperti berusaha mengeluarkan suara.Tangkainya yang berduri membuat tubuhku
serasa kaku dan bergetar.Wajahku pucat.Berkali-kali bibirku mencoba berteriak minta
tolong namun nyanyian tersebut selalu membuat bibirku kaku. Karena sudah tak
tau lagi harus berbuat apa, akhirnya kulemparkan bunga mawar itu hingga jauh,
dan ku mencoba berlari mengalahkan tiupan angin. Badanku memang cukup
kecil.Tapi aku harus berusaha.Aku tak mau mati berdiri di tempat yang konyol
ini.Aku
terus berlari tanpa henti. Sambil mencoba mengatur nafasku, aku berhenti
sebentar dan berlari lagi. Aku berlari, berlari, dan terus berlari. Sesekali
aku menoleh ke belakang, mungkin saja ada yang mengejarku. Syukurlah, ternyata
tidak. Jantungku sepertinya sudah tak kuat. Aku benar-benar takut.
“ hh..hh..hh.. ”, ku mencoba mengatur nafasku setelah
akhirnya sampai di tempat di mana keempat sahabatku berada. Kulemparkan tubuhku
di bawah pohon besar tempatku melamun sebelum menuju ke ‘toilet’ tadi. Mereka
yang sedang asyik memungut salak seketika berbalik dan berlari menghampiriku,
tampak heran dan terkejut melihat kedatanganku dan wajahku yang sudah pucat
pasi. Aku memeluk Tari dengan erat. Wajahnya tampak kebingungan.
“ ada apa, li...?? ”, tanya Tari panik.
“ Lia, kamu kenapa? ”, Riki juga tak kalah paniknya
dengan Tari.
“ iya
nih li, kamu kok datang-datang sudah pucat begitu?? Apa jangan-jangan ..indra
keenam kamu yang sudah lama hilang itu muncul kembali dan menangkap sesuatu
lagi..?? ”, tanya Rival mengira-ngira.
“ Tari,
Riki, Revan, Rival, mending kita cabut dari tempat ini sekarang juga ”, kataku
sembari kembali berlari keluar dari kebun salak tersebut. Tari, Riki, Revan,
dan Rival yang tidak tau apa-apa akhirnya mengambil salak yang mereka pungut
tadi dan mengikutiku berlari dari belakang. Setelah berlari dan terus berlari,
di jarak yang cukup jauh aku mulai menghentikan langkahku diikuti oleh keempat
sahabatku itu.
“ hh..hh.. Lia, sebenarnya tadi ada apa, sih?? ”,
tanya Revan yang sudah sangat penasaran.
“ hh..hh.. tunggu sebentar, aku mengatur nafasku dulu
”, kataku sabil mengelus-elus dadaku.
Kami berempat duduk dan beristirahat sebentar di bawah
pohon hijau yang cukup besar & rindang di tengah perempatan jalan, di
mana sepeda beserta kendaraan kampung sedang berlalu-lalang. Angin sepoi-sepoi
bertiup pelan, perlahan membuatku menjadi lebih tenang dan keringatpun perlahan
menghilang menjadi bekas di baju yang kukenakan. Setelah mengaur nafas, akupun menceritakan
semua yang terjadi pada keempat sahabatku. Mulai dari bulu kudukku yang
merinding saat berada di tempat itu, kakiku yang tidak sengaja menginjak bunga
mawar, sebuah nyanyian misterius yang tiba-tiba terdengar, angin bertiup
kencang, daun berterbangan, dan tak lupa sebuah bayangan hitam yang tiba-tiba
melintas didepan mata kepalaku.
“ kamu sih, tadi mau kuantar kamunya nggak mau, jadi
kayak gini kan..?? ”, kata Riki.
“ iya, iya..aku minta maaf.. hmm, tapi ki, memangnya
di tempat itu ada kebun mawar ya??”, tanyaku penasaran.
“ tidak. Di tempat itu tak ada kebun bunga mawar. Tapi
kalau bunga mawar, sama cewek yang bernama Mawar, itu baru ada. Tapi dulu.
Sayangnya sekarang mereka sudah tinggal nama ”, kata Riki yang penuh
kemisteriusan.
“ hah..?? Riki ga usah becanda dong, plis.. ”, kata
Tari. Ia memang sahabatku yang paling penakut diantara yang lain.
Makannya, ia sangat takut dengan kegelapan dan cerita-cerita misterius yang ada
kaitannya dengan alam ghaib.
“ Riki, kamu tuh kenapa sih bikin kita jadi ketakutan
gini..??kan kasian sii Tari, bisa kencing celana dia kalau dengar cerita-cerita
misterius kayak gitu! ”, Revan mulai jengkel dengan Riki.
“ ciee ... ada yang dibela niih, uhuyy! Aseek!! ”, celoteh Rival.Tari langsung menyubit lengan
Rival.
“ huush! Apaan sih kamu! ”, kata Tari pelan.
Duuh, sebenarnya ada apa sih dengan bunga mawar dengan
seorang cewek bernama Mawar yang dibilang Riki itu? Sumpah deh, tadi aku sudah pusing 7 keliling, sekarang
beenar-benar bertambah 10x lipat menjadi 70 keliling.
“ hey,
aku gak pernah bercanda kalau soal begituan. Orang yang bekerja di kebun ayahku
itu bercerita, kalau di toilet yang ditempati Lia buang air itu, disebelahnya
dulu adalah sebuah rumah.Rumah seorang gadis bernama Mawar ... “, terang Riki
yang mulai bercerita.
“ bukan
toilet ki, lebih tepatnya lagi kamar kecil yang udah bertahun-tahun ga terpakai
”, kataku. Aku sekedar mengingatkan saja, kalau ‘toilet’ dan ‘kamar kecil’ itu
berbeda.
“ yayaya ..terserah kamu sajalah li. Nah, dulu, disamping toilet itu katanya tinggal
seorang cewek yang namanya Mawar.Dia cantik, namun selama ia tinggal di sana, ia merasa
kesepian. Ia sering bercerita dengan penjaga kebun ayahku, kalau ia ingin
sekali punya teman. Nah, suatu hari, ia berjalan keluar dari tempat tersebut.
Ia mendapatkan setangkai bunga mawar saat berjalan-jalan. Iapun membawa bunga
mawar tersebut pulang kerumah. Ia menceritakan petualangannya kepada penjaga
kebun ayahku itu, saat ia singgah di rumah Mawar untuk beristirahat. Sejak saat
itu, Mawar merasa sangat senang dan telah mempunyai teman. Tiap pagi, siang
bahkan malam ia selalu duduk di depan teras rumahnya yang sudah kumuh itu dan
bernyanyi sambil mengelus-elus mawar tersebut. Hari-hari yang ia lalui bagaikan
lagu yang dinyanyikannya untuk bunga mawar tersebut. Hingga suatu ketika, entah
berasal dari mana, penjaga kebun ayahku bilang sepertinya ada seekor binatang
buas memasuki rumahnya saat ia tidur dan menerkamnya habis-habisan karena ada
jejak kaki hewan mengarah ke rumah Mawar. Mawar ditemukan saat sudah tak
bernyawa. Jasadnya ditemukan oleh orang yang bekerja di kebun ayahku itu, dan
menguburnya di tempat yang layak. Penjaga kebun ayahku merasa sedih dan
kehilangan, karena orang yang selama ini ia anggap sebagai penghiburnya dikala
ia sedang lelah telah tiada. Mereka sudah seperti kita berempat, sahabat sejati
ditambah dengan bunga mawar tersebut. Akhirnya, rumah Mawar yang sudah tak
ditempati lagipun dibongkar. Tetapi bunga mawar yang sering dinyanyikan oleh
gadis yang bernama Mawar itu ditempatkan di depan ‘bekas’ rumah Mawar tersebut.
Entah bongkahan rumahnya dibawa kemana, penjaga kebun ayahku juga tak tau.
Makanya, setiap orang yang habis dari situ selalu mendapat bunga mawar dan
mendengar nyanyian yang misterius.. ”, jelas Riki panjang lebar.
“ ooh.. ”, sahutku, Tari, Revan, dan Rival bersamaan.
“ hmm ..ternyata ada sejarahnya to .. ”, kataku.
“ eh, sudah mauu maghrib nih! Pulang yuk!! ”, ajak
Tari mengalihkan pembicaraan. Kami pun bangkit dari duduk, berdiri dan berjalan
menuju rumah sambil memakan salak hasil pungutan keempat sahabatku. Rasanya
memang asam, tapi karena kebersamaan kami rasa asam itu hilang bersama kejadian
yang kualami tadi. Tinggal kenangan.
Akhirnya sekarang aku tau, kalau tadi itu merupakan
nyanyian seorang Mawar untuk bunga mawarnya. Semenjak kejadian itu... aku mulai
jera dan jadi takut untuk pergi sendirian ke tempat yang belum pernah aku
kunjungi. Kalaupun Tari, Riki, Revan, dan Rival mengajakku ke kebun salak lagi,
aku ikut-ikut saja. Tapi, kalau pergi lagi ke kamar kecil itu, sepertinya aku
sudah tak berminat lagi. Aku takut, kejadian yang ku alami tadi terulang lagi.
Setiap hari aku selalu berdoa kepada Allah swt agar dilindungi, dijaga, dan
dijauhkan dari marabahaya. Hmm ..tapi ... kalau nyanyian misterius itu merupakan
lagu Mawar untuk bunga mawarnya.. lah, trus, bayangan hitam yang tadi tiba-tiba
begitu saja melintas di mata kepalaku itu apa..?? huu, bulu kudukku kembali
berdiri.
No comments:
Post a Comment